Mengenal Fenomena Quiet Quitting, Dapat Menurunkan Produktivitas Bisnis!

Laporan dari SHRM Research Institute menunjukkan 51 persen profesional HR menyatakan kekhawatiran mereka atas fenomena “quiet quitting“. 

Quiet quitting adalah masalah yang semakin meningkat di dunia kerja modern. Meskipun konsep ini belum begitu populer seperti “burnout” atau “kelelahan kerja,” dampak quiet quitting pada korporasi dan startup bisa jauh lebih merugikan. 

Fenomena quiet quitting menjadi perhatian serius di kalangan profesional HR dan manajemen perusahaan karena dampaknya dapat merusak produktivitas, kinerja, dan keharmonisan tim. 

Apa yang menyebabkan quiet quitting? Apa dampaknya terhadap perusahaan dan bagaimana manajemen dapat mengatasi fenomena ini? Artikel ini akan menggalinya lebih dalam.

Apa itu Quiet Quitting?

Quiet quitting adalah fenomena di tempat kerja di mana karyawan secara fisik masih berada di dalam organisasi, tetapi secara perlahan-lahan mengurangi kontribusi dan dedikasi mereka pada tugas-tugas yang diemban.

Istilah quiet quitting di Indonesia menjadi populer dalam media sosial TikTok sejak pertengahan 2022 dan telah memicu perdebatan tentang budaya tempat kerja serta bagaimana mengidentifikasi dan mengatasi masalah ini dengan tepat.

Pembahasan quiet quitting di Indonesia dalam media sosial TikTok
Pembahasan fenomena quiet quitting di TikTok.

Fenomena quiet quitting dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama tanpa terdeteksi. Ini menjadi tantangan bagi perusahaan dalam mempertahankan karyawan berbakat dan memastikan kesejahteraan organisasi.

Tanda-tanda yang mengindikasikan quiet quitting meliputi:

  • Penurunan produktivitas
  • Ketidakhadiran emosional
  • Kurangnya inisiatif, penurunan kualitas pekerjaan
  • Menghindari tanggung jawab tambahan

Karyawan yang mengalami quiet quitting mungkin merasa:

  • Tidak puas dengan lingkungan kerja
  • Kurangnya dukungan dari manajemen 
  • Kelebihan beban kerja
  • Konflik dengan rekan kerja
  • Kurangnya kesempatan untuk berkembang dalam karir mereka

6 Penyebab Quiet Quitting

Karyawan perempuan yang sangat frustrasi sampai-sampai menggigit pensil

Sebagai upaya untuk memahami lebih lanjut tentang alasan di balik perilaku quiet quitting, kita perlu melihat beberapa penyebab umum yang mungkin memicunya sebagai berikut:

1. Beban Kerja Yang Berlebihan

Ketika karyawan merasa diberdayakan dengan tanggung jawab yang terlalu besar dan tenggat waktu yang tidak realistis, mereka mungkin merasa terbebani dan stres. 

Beban kerja yang tinggi dapat mengakibatkan kelelahan fisik dan mental. Jika dibiarkan terus menerus, hal ini  menurunkan motivasi karyawan untuk berkontribusi secara maksimal. 

Karyawan yang merasa terlalu diperas dapat merasa bahwa pekerjaan mereka tidak lagi memberikan kepuasan atau manfaat yang sepadan.

2. Kompensasi Yang Kurang Memuaskan

Faktor penyebab quiet quitting lainnya adalah karyawan memperoleh gaji dan tunjangan yang tidak sebanding dengan tingkat tanggung jawab dan usaha.

Kompensasi yang kurang memuaskan dapat menyebabkan ketidakpuasan dan rasa tidak dihargai. Akhirnya, karyawan mengarah ke quiet quitting dan mencari peluang lain yang lebih menguntungkan secara finansial.

3. Kurang Jelasnya Batasan Kerja 

Kurangnya batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat menyebabkan karyawan merasa tertekan dan kehilangan keseimbangan dalam hidup mereka. 

Karyawan yang selalu dihubungi atau harus “selalu siap”, terlebih di luar jam kerja, mungkin merasa burned out dan lelah secara emosional. 

Akibatnya, mereka mungkin menarik diri dari pekerjaan secara perlahan sebagai coping mechanism untuk menjaga keseimbangan pekerjaan dan hidup. Kurangnya batasan juga dapat mempengaruhi produktivitas dan kinerja secara keseluruhan.

4. Dukungan Tidak Memadai dari Manajemen

Hubungan yang baik antara karyawan dan manajemen sangat penting untuk mempertahankan keterlibatan dan semangat kerja. 

Karyawan yang merasa tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari manajemen, baik dalam bentuk umpan balik yang konstruktif, bantuan untuk mengatasi hambatan, maupun kesempatan untuk pengembangan keterampilan, mungkin merasa terabaikan atau tidak dihargai. 

Ketika karyawan merasa manajemen tidak peduli dengan kesejahteraan mereka atau tidak menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk berhasil, mereka cenderung mengalami quiet quitting sebagai respons terhadap ketidakpuasan mereka terhadap lingkungan kerja.

5. Ekspektasi Tidak Jelas atau Tidak Sesuai 

Ketika ekspektasi terhadap pekerjaan atau peran karyawan tidak jelas bahkan tidak sesuai dengan realita, mereka akan merasa bingung dan frustasi. 

Misalnya, jika karyawan mengharapkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek tertentu atau memiliki tanggung jawab yang lebih besar, tetapi realitanya tidak sesuai. Hal tersebut sangat mungkin membuat mereka merasa kecewa dan kurang termotivasi. 

Ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan dapat menjadi penyebab quiet quitting. Ini karena karyawan merasa bahwa mereka tidak dapat mencapai potensi atau tidak dipercaya untuk memegang pekerjaan yang sesuai dengan tujuan dan minat awal.

6. Lingkungan Kerja yang Tidak Aman 

Lingkungan kerja yang tidak aman, baik fisik maupun psikologis, dapat menyebabkan quiet quitting

Karyawan yang merasa tidak nyaman atau terancam di tempat kerja mungkin cenderung menarik diri dari interaksi sosial. Selain itu, mereka menghindari tanggung jawab tambahan sebagai mekanisme untuk melindungi diri mereka dari stres dan ketidakamanan. 

Lingkungan kerja yang toksik atau tidak mendukung dapat berdampak negatif pada kesejahteraan karyawan. Mereka juga cenderung mencari peluang lain yang dianggap lebih positif dan aman.

Apakah Quiet Quitting Terjadi di Perusahaan Anda?

Penting bagi HR untuk mengidentifikasi tanda-tanda quiet quitting guna mengatasi masalah ini secara efektif. Berikut adalah tujuh tanda yang dapat membantu untuk menilai apakah quiet quitting terjadi di perusahaan Anda:

1. Penurunan Tingkat Keterlibatan Kerja 

Karyawan yang mengalami quiet quitting cenderung kehilangan minat dan semangat dalam pekerjaan mereka. 

Mereka mungkin tidak lagi aktif berpartisipasi dalam diskusi tim, mengambil inisiatif, atau memberikan kontribusi yang berarti. Kurangnya keterlibatan ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan kolaborasi dalam tim.

2. Peningkatan Ketidakhadiran 

Jika Anda melihat karyawan yang sering absen, mengajukan surat sakit, atau mengambil cuti secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas, tanda-tanda ini dapat mengarah ke quiet quitting

Ketidakhadiran yang sering dapat menjadi coping mechanism bagi karyawan yang merasa tidak puas atau terbebani dengan pekerjaan mereka.

3. Penarikan Diri Dari Interaksi Sosial 

Karyawan yang mengalami quiet quitting mungkin mulai menarik diri dari interaksi sosial dengan rekan kerja. Mereka mungkin lebih jarang berpartisipasi dalam acara-acara sosial atau pertemuan tim, dan menjadi lebih pendiam atau menjaga jarak.

4. Ketidakberanian untuk Datang ke Kantor

Ketika karyawan enggan atau menunjukkan kurangnya antusiasme untuk datang ke kantor, ini dapat menjadi pertanda quiet quitting. Mungkin mereka merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerja atau merasa kurang termotivasi untuk berkontribusi secara maksimal.

5. Peningkatan Jumlah Keluhan 

Jika Anda melihat adanya peningkatan jumlah keluhan dari karyawan terkait lingkungan kerja, sistem manajemen, atau tugas-tugas yang diberikan, ini dapat menjadi pertanda bahwa ada situasi yang tidak sehat di tempat kerja. Hal ini dapat memengaruhi semangat dan motivasi karyawan.

6. Sikap Acuh Tak Acuh terhadap Hasil Kerja 

Karyawan yang mengalami quiet quitting mungkin menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap hasil kerja dan pencapaian target. Mereka mungkin tidak lagi berusaha mencapai hasil yang optimal dan lebih fokus pada menyelesaikan tugas tanpa semangat dan dedikasi.

7. Penurunan Kualitas Kerja dan Performa 

Kualitas pekerjaan dan performa karyawan yang menurun secara drastis dapat menjadi tanda jelas bahwa ada masalah quiet quitting

Karyawan yang sebelumnya berprestasi tinggi mungkin mulai menunjukkan penurunan kualitas kerja dan ketidakmampuan untuk mencapai target yang telah ditetapkan.

11 Cara Mengatasi Quiet Quitting

Dampak quiet quitting pada startup dan korporat tidak hanya memengaruhi satu namun semua karyawan

Untuk mengatasi masalah quiet quitting, perusahaan perlu mengambil langkah-langkah proaktif yang dapat membantu membangun lingkungan kerja yang positif dan mendukung. Berikut adalah beberapa cara yang efektif untuk mengatasinya:

1. Jaga Beban Kerja yang Wajar

Jika perusahaan mengalami lonjakan pekerjaan sementara, pastikan untuk menjaga beban kerja tambahan sebagai hal yang bersifat sementara dan dalam batas wajar. 

Berkomunikasilah dengan jelas kepada karyawan bahwa peningkatan beban kerja ini hanya bersifat sementara dan akan dikembalikan ke kondisi semula setelah situasi stabil.

2. Beri Kompensasi yang Layak untuk Tim Anda 

Penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa karyawan menerima kompensasi yang layak dan sebanding dengan tingkat tanggung jawab dan usaha yang mereka berikan. 

Kompensasi tidak hanya berupa bonus, namun juga hak-hak lain yang diminati karyawan. Salah satu contohnya yaitu fleksibilitas dalam memilih tempat bekerja (remote atau work from anywhere).

Komunikasikan secara transparan tentang kebijakan penggajian dan pastikan bahwa karyawan merasa dihargai atas kontribusi mereka.

3. Sampaikan Dorongan, Bukan Paksaan

Daripada memaksa karyawan untuk terus naik pangkat atau mengambil tanggung jawab lebih tinggi, beri mereka kesempatan untuk berkembang sesuai pilihan. 

Biarkan karyawan menyatakan minat mereka untuk naik jabatan atau mengambil proyek-proyek yang lebih menantang.

4. Dengarkan Karyawan Anda 

Penting untuk mendengarkan masukan dan keluhan dari karyawan. Buatlah suasana yang aman di mana karyawan merasa nyaman untuk berbicara tentang masalah atau tantangan yang mereka hadapi. Dengarkan dengan penuh perhatian dan tindaklanjuti dengan sesuai.

5. Tetapkan Batasan yang Jelas

Pastikan bahwa karyawan memiliki batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. 

Dukung kebijakan kerja yang seimbang dan hindari mengharapkan karyawan untuk bekerja melebihi jam kerja.

6. Jujur tentang Peluang Pertumbuhan Karir

Ketika ada peluang pertumbuhan karier, komunikasikan dengan jujur ​​kepada karyawan tentang persyaratan dan ekspektasinya. Hindari memberikan janji-janji palsu atau harapan yang tidak realistis.

Penting bagi perusahaan untuk menyamaratakan semua kesempatan karyawan untuk mendapatkan kenaikan jabatan dan gaji, contohnya setiap tahun.

Untuk mendukung perkembangan karir, perusahaan dapat meningkatkan keahlian para karyawan dengan mengikutsertakan mereka dalam corporate training.

Dilansir dari studi Course Report, corporate training meningkatkan retensi karyawan, produktivitas, dan bahkan mengurangi pengeluaran bisnis dalam merekrut karyawan baru.

Pastikan untuk mencari penyedia corporate training yang terlegitimasi untuk mengoptimalkan perkembangan karyawan. Perusahaan-perusahaan besar seperti Shopee, KawanLama, dan Mekari, contohnya, memercayakan solusi pelatihan karyawan pada Bitlabs.

Jika Anda tertarik, klik tombol di bawah dan cari tahu bagaimana Bitlabs dapat membantu mentransformasi organisasi Anda.

CTA corporate training

7. Terapkan Strategi Apresiasi

Perhatikan dan akui kinerja dan kontribusi karyawan secara terbuka. Untuk memberikan apresiasi atas kerja keras mereka, terapkan strategi pengakuan karyawan seperti pemberian pujian, penghargaan, atau program insentif.

8. Lakukan Dialog Terbuka dan Jujur

Jika ada indikasi quiet quitting, lakukan dialog terbuka dan jujur dengan karyawan terkait. Tanyakan perasaan dan kekhawatiran mereka, lalu cari solusi bersama untuk meningkatkan keterlibatan dan semangat kerja.

Jika perlu, lakukan kompromi untuk menunjukkan dukungan dan apresiasi terhadap karyawan. Misalnya, beri karyawan kesempatan untuk mengambil cuti panjang atau memberikan bonus khusus sebagai bentuk apresiasi.

9. Penuhi Janji

Jika perusahaan telah berjanji untuk memberikan peluang karir atau kenaikan gaji, pastikan untuk memenuhi janji tersebut. Ketidakpastian tentang masa depan dapat menyebabkan quiet quitting, jadi pastikan bahwa janji-janji yang dibuat dapat diwujudkan.

10. Pantau dan Jangan Lengah 

Setelah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi quiet quitting, pantau perkembangan karyawan secara cermat. Berikan waktu untuk melihat apakah tindakan yang diambil berhasil membangkitkan semangat dan keterlibatan karyawan.

11. Lakukan Wawancara Keluar (Exit Interview)

Jika quiet quitting tidak dapat diatasi dan karyawan akhirnya memutuskan untuk berhenti, lakukan wawancara keluar. Gunakan kesempatan ini untuk memahami alasan di balik keputusan mereka dan mengidentifikasi peluang untuk perbaikan di masa depan.

Jangan Sampai Quiet Quitting Merugikan Perusahaan Anda

Quiet quitting merupakan fenomena yang serius dan harus dihadapi dengan bijaksana oleh HR dan manajemen perusahaan. 

Identifikasi tanda-tanda quiet quitting adalah langkah awal yang penting untuk mengatasi masalah ini. Hal itu bisa dilakukan dengan cara memperhatikan perubahan perilaku karyawan dan memastikan adanya komunikasi terbuka dan inklusif. 

Perusahaan juga dapat membangun lingkungan kerja yang positif dan mendukung, yang mendorong karyawan untuk tetap termotivasi, berdedikasi, dan berkontribusi secara profesional.

Anda ingin membaca lebih lanjut tips dan trik seputar dunia pemberdayaan manusia (human resources)? Simak blog Bitlabs untuk artikel-artikel menarik lainnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Apa Itu CompTIA dan Jenis-jenis Sertifikat Yang Bisa Kamu Dapatkan

Hiring Post Layoffs in 2023: Recruiting the Best Talents in Times of Uncertainty (Download eBook Gratis!) + Expert Insights